Apa itu Bagasse atau Ampas Tebu (?)
Tebu (Saccarum officinarum) adalah tanaman yang dibudidayakan secara luas di banyak negara di seluruh dunia dan tanaman ini digunakan untuk memproduksi gula. Di beberapa negara, menggunakan setidaknya 25% lahan pertanian untuk menanam tebu (World Wildlife Magazine, 2015). Saat ini, tebu ditanam di lebih dari 100 negara, dengan sebagian besar produksi berasal dari daerah tropis dan subtropis. Luas areal tebu (Saccarum officinarum) saat ini mencapai lebih dari 13 juta ha dengan total produksi komersial dunia sekitar 1254,8 juta ton tebu atau 55 juta ton sukrosa per tahun (FAO, 2024).
Brasil adalah produsen tebu terbesar di dunia, dengan produksi 715.659.212 ton per tahun. India berada di peringkat kedua, dengan produksi 405.399.000 ton setiap tahunnya. Cina adalah produsen tebu terbesar ketiga di dunia, dengan produksi tahunan sebesar 107.258.724 ton. Amerika Serikat berada di peringkat kesembilan, dengan produksi 29.964.310 ton setiap tahunnya. Indonesia merupakan produsen tebu terbesar ke-7 di dunia, dengan total produksi 32.200.000 ton. Jumlah ini menyumbang sekitar 2% dari produksi tebu global. Industri tebu di Indonesia memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian negara, menyediakan lapangan kerja dan pendapatan bagi jutaan orang.
Regnum : Plantae
Divisio : Spermathophyta
Sub Divisio : Angiosspermae
Classis : Monocotyledone
Ordo : Glumiflorae
Familia : Graminae
Sub familia : Andropogonae
Genus : Saccharum
Species : Saccharum officinarum L.
Bagasse (ampas tebu) merupakan produk sampingan agroindustri yang berasal dari batang tebu setelah dihancurkan di pabrik gula yang bersifat lignoselulosa (Anggono dkk, 2017). Ampas tebu adalah salah satu produk sampingan pabrik gula yang dapat digunakan sebagai pakan ternak dan sangat meresahkan jika tidak dimanfaatkan. Ampas tebu adalah residu yang diperoleh setelah tebu digiling untuk ekstraksi nira. Dalam produksi tebu, ampas tebu yang diambil dari tanaman kira-kira 27–28% berat kering dari biomassa tanaman (Bezerra et al., 2016). Luas perkebunan tebu Indonesia mencapai 453.456 hektar dengan kapasitas kumulatif sekitar 2.465.450 ton, berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan (2017). Ampas tebu selama ini diolah sebagai limbah oleh pedagang tebu di sekitar Area Pekanbaru, terlihat dari tumpukan ampas tebu yang sangat besar di sekitar tempat penjualan. Jika diukur, jumlah ampas tebu yang dikumpulkan dari masing-masing penjual tebu diperkirakan melebihi 1,8 ton per tahun sehingga menimbulkan masalah kerusakan lingkungan.
Suparjo (2008) mencatat bahwa pulp adalah 24-36% dari keseluruhan porsi tebu dan merupakan produk sampingan terbesar dari buruknya kecernaan bahan kering pada tebu. Ampas tebu mengandung sekitar 50% selulosa, 25% hemiselulosa, 25% lignin, dan mengandung lebih sedikit abu (2,4%) dibandingkan limbah pertanian lainnya, menurut Pandey et al. (2000). Saat ini, tidak banyak peternak yang benar-benar menggunakan ampas tebu untuk bahan pakan. Hal ini dikarenakan ampas tebu memiliki kandungan lignin hingga 24% dan tekstur kasar dengan kandungan protein kasar sedang (Alvino, 2012). Ampas tebu merupakan produk sampingan yang dihasilkan selama proses penggilingan, atau produk sampingan dari proses ekstraksi cair tebu (pemerahan) (Indriani dan Sumiarsih, 1992 dalam Afriani, 2020).
Pangestu (2003) mencatat bahwa produk samping tebu dapat digunakan sebagai pakan karena toleran terhadap musim panas, tahan terhadap hama dan penyakit, dan mudah didapat sedangkan hijauan kurang berlimpah pada musim kemarau. Ampas tebu merupakan limbah dari industri gula yang belum banyak dimanfaatkan untuk pakan. Protein kasar yang rendah dan serat kasar yang kuat adalah kelemahan yang ditimbulkan oleh penggunaan ampas tebu. Ampas tebu memiliki 91% bahan kering dan komposisi makanan 1,6% protein, 46,5% serat kasar, 0,8% lemak, 3,1% abu, dan 48% Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN), menurut Ensminger et al. (1990). Secara biologis, beberapa percobaan dilakukan untuk meningkatkan konsistensi ampas tebu (Okano et al., 2006). Fermentasi merupakan aktivitas mikroba yang dapat mengubah senyawa kompleks menjadi senyawa basa, baik aerob maupun anaerobik (Mandels, 1990). Konsistensi dan kecernaan ampas tebu akan ditingkatkan dengan cara fermentasi menggunakan inokulan, sehingga dapat digunakan sebagai pakan. Ampas tebu yang difermentasi dengan jamur tiram putih memberikan kandungan protein kasar 5,85%; 36,75% serat kasar; 1,7% lemak kasar; 0,48% abu; 1,41% Ca; 0,49% F; 42,76% TDN; 17,92% hemiselulosa; 46,07% selulosa; 10,76% lignin (Tarmidi, 2004). Penambahan inokulum akan meningkatkan efisiensi fisik dan gizi proses fermentasi.
Manfaat ampas tebu atau bagasse
1. Penggunaan ampas tebu pada komposit matriks polipropilen perbandingan dengan menggunakan kalsium hidroksida dan natrium hidroksida terhadap kekuatan komposit (Anggono dkk, 2017).
Perlakuan dengan natrium hidroksida pada serat ampas tebu ternyata lebih efektif daripada perlakuan dengan basa menggunakan larutan Ca(OH)2. Studi tentang spektra FTIR (Fourier transform infrared spectroscopy) dan SEM (Scanning electron microscopy) pada permukaan serat menunjukkan perubahan besar pada struktur permukaannya. Lignin dan hemiselulosa dipisahkan dari permukaan serat, dan dengan terapi larutan Ca(OH)2 terlihat fibrilasi pada serat selulosa. Dibandingkan dengan komposit yang menggunakan serat yang diberi perlakuan NaOH, kekuatan tarik komposit yang terbuat dari PP yang diperkuat serat yang diberi perlakuan Ca(OH)2 ditemukan lebih rendah di semua panjang serat.
2. Penggunaan ampas tebu untuk produksi bioetanol dan biopower generasi kedua (Bezerra et al., 2016).
Ampas tebu adalah sisa pertanian yang menjanjikan dalam produksi bioetanol dan pembangkit listrik karena selulosa yang tinggi dan kandungan lignin dan hemiselulosa yang cukup. Perlakuan awal adalah salah satu langkah terpenting untuk produksi etanol. Meskipun tidak ada perlakuan awal khusus yang paling banyak digunakan untuk tujuan komersial dan hemat biaya, metode perlakuan awal yang tepat diikuti dengan asam atau hidrolisis enzimatis dan fermentasi penting untuk hasil yang tinggi dalam konversi gula menjadi etanol. Yang umum digunakan adalah ledakan uap, yang digunakan untuk hidrolisis hemiselulosa parsial dan penataan ulang lignin dan asam encer yang mengubah bagian hemiselulosa terlarut menjadi gula yang dapat difermentasi. Demikian pula dalam pembangkit listrik, proses tertentu belum digunakan dalam lingkup komersial, turbin CEST (Condensing Extraction Steam Turbine) dan metode konversi GFT (Gasification and Fischer-Tropsch) tampaknya menjanjikan karena kelebihan listriknya yang lebih tinggi dan karenanya efisiensi energi.
3. Ampas tebu untuk amandemen tanah organik potensial yang digunakan dalam produksi tebu (Bhadha et al., 2020).
Lebih dari 16 juta metrik ton (mt) tebu diproduksi di Florida selatan selama musim panen 2017-2018, yang berarti bahwa lebih dari 2,5 juta mt ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar untuk menjalankan unit kogenerasi musim lalu (nilai produksi dipasok oleh USSC, Sugarcane Growers Coop, dan Florida Crystal). Dibandingkan dengan bahan bakar fosil konvensional, ampas tebu adalah pilihan yang lebih ramah lingkungan karena dianggap netral karbon. Jumlah karbon yang dilepaskan selama insinerasi setara dengan jumlah karbon yang terasimilasi dalam jaringan tanaman selama pertumbuhan (Mann, 2016 dalam Bhadha et al., 2020). Ampas tebu juga merupakan sumber biomassa lignoselulosa yang layak untuk produksi etanol energi bersih dengan pengurangan jejak gas rumah kaca. Ampas tebu juga dipertimbangkan sebagai alternatif kayu dalam produksi kertas dan produk kertas (Bhadha et al., 2020).
Ampas tebu juga dapat meningkatkan kapasitas menahan air tanah, bahan organik (OM) kandungan, dan konsentrasi unsur hara, seperti kalium (K), nitrogen (N), dan fosfor (P), yang penting untuk pertumbuhan tanaman bila diterapkan pada tanah yang habis. Karena kandungan OM-nya yang tinggi (95%), ampas tebu memiliki kapasitas menahan air (WHC) yang tinggi (50 ± 4,7%). Kandungan OM yang tinggi menyiratkan bahwa bahan tersebut juga dapat termineralisasi dengan cepat dan manfaatnya hanya berumur pendek. Ampas tebu juga memiliki kandungan nutrisi tinggi yang bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman. Misalnya, ampas tebu dapat mengandung hingga 263 mg/kg P, 997 mg/kg K, dan hingga 2,7% N (Bhadha et al., 2020).
Saat ampas tebu ditambahkan ke dalam tanah, bahan organik berperan sebagai sumber makanan bagi biota tanah dan menghasilkan enzim organik setelah dekomposisi (Sharma et al., 2014 dalam Bhadha et al., 2020). Sebuah penelitian yang dilakukan di Perkebunan Gunung Madu di Indonesia menunjukkan bahwa mulsa ampas tebu meningkatkan biomassa serasah jamur dan komunitas di dalam tanah (Miura et al., 2013 dalam Bhadha et al., 2020). Dalam penelitian lain, mulsa ampas tebu tanpa pengolahan tanah memiliki biomassa dan keanekaragaman mikroba tertinggi dibandingkan dengan perlakuan seperti tanpa pengolahan tanpa mulsa ampas tebu, dan pengolahan konvensional dengan dan tanpa mulsa ampas tebu (Silvia, 2014 dalam Bhadha et al., 2020).
4. Pemanfaatan ampas tebu dengan cara membuat dan mengkarakterisasi ampas tebu yang dilapisi polimer sebagian diesterifikasi untuk pemisahan minyak dari air laut (Abdelwahab et al., 2016).
Ampas tebu yang merupakan limbah pertanian berbiaya rendah, dimodifikasi melalui esterifikasi dan pelapisan dengan poliakrilonitril (PAN) dan dievaluasi sebagai penyerap hidrofobik untuk menghilangkan minyak diesel dari air laut buatan. Esterifikasi dilakukan dengan menggunakan asam stearat (SA) dan CaO, kondisi reaksi yang meliputi perbandingan massa B:SA, konsentrasi CaO, waktu reaksi dan suhu dioptimalkan. Hidrofobisitas tambahan dicapai dengan melapisi ampas tebu yang diesterifikasi (EB) dengan polimer hidrofobik (PAN). Keberadaan gugus hidrofobik dibuktikan melalui pengukuran FTIR (spektroskopi infra merah transformasi Fourier), XRD dan SEM. Spektroskopi FT-IR menunjukkan beberapa perubahan spektrum B. Pola XRD (Powder X-ray diffraction) menunjukkan bahwa struktur kristal B berubah menjadi amorf. Mikrograf SEM menggambarkan bahwa permukaan EB menjadi kasar dan PAN tidak merata di atasnya, yang menyebabkan peningkatan luas permukaan kedua sorben (zat yang memiliki sifat mengumpulkan molekul zat lain melalui penyerapan).
Program menurunkan HPP (Penentuan harga kelapa di tingkat petani)
Dua contoh pengembangan produk turunan berbasis tebu seperti Bio Ethanol dan Gula Cair untuk menurunkan HPP (Indonesia, 2017):
1. Dengan memanfaatkan limbah pabrik gula yaitu ampas tebu atau bagasse yang digunakan sebagai bahan dasar furniture, maka dibangunlah Pabrik Papan Partikel di Madiun. Nilai produksi di Pabrik Papan Partikel tidak hanya diapresiasi untuk ampas tebu saja, tetapi juga pemenuhan kebutuhan pabrik mebel akan bahan mebel sederhana yang selama ini mengandalkan papan partikel yang bergantung pada kayu.
2. Pabrik Kampas Rem Cirebon merupakan komponen revolusioner penggunaan ampas tebu pada barang kampas rem aftermarket, terutama di pasaran untuk kendaraan penumpang umum yang membutuhkan suku cadang murah, berkualitas dan tahan lama. Baik merek maupun penemuan memiliki hak paten atas bantalan rem ini.
Referensi:
- FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations). 2024. Sugarcane. In Land & Water. Retrieved from https://www.fao.org/land-water/databases-and-software/crop-information/sugarcane/en/.
- World Wildlife Magazine. 2015. Summer 2015: Sugarcane Farming's Toll on the Environment. https://www.worldwildlife.org/magazine/issues/summer-2015.
- Atlas Big. 2018. World Sugarcane Production by Country. 2 May 2024, https://www.atlasbig.com/en-us/.








Komentar
Posting Komentar